Rabu, 15 Februari 2012

Pneumoconioses di Tempat Kerja

Produktivitas kerja karyawan merupakan faktor utama bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas kerja karyawan, antara lain: keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja. Dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil analisis menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar.


Banyaknya kesalahan dalam penelitian masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit akibat kerja yang terjadi pada para pekerja belakangan ini. Sehingga perlu adanya analisis secara mendalam mengenai masalah ini, agar hal-hal yang sebernarnya merugikan para pekerja dapat dikurangi.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
1.    Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2.    Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3.    Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4.    Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.


Berikut ini adalah beberapa hal yang melatar belakangi penyebab penyakit akibat kerja, yaitu :


1.    Beban kerja
Setiap pekerjaan apa pun jenisnya apakah tersebut memerlukan otot atau pemikiran, adalah merupakan beban bagi yang melakukan. Dengan sendirinya beban itu berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam hubungannya dengan beban kerja ini. Ada orang yang lebih cocok untuk menanggung beban fisik, tetapi orang lainakan lebih cocok melakukan pekerjaan yang lebih banyak pada beban mental atau sosial. Namun secara umum atau rata-rata mereka ini sebenarnya dapat memikul dalam batas tertentu. Oleh sebab itu, penempatan seseorang pekerja atau karyawan seharusnya sesuai dengan beban kerja optimum yang sanggup dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan seseorang pada suatu pekerjaan, di samping didasarkan pada beban optimum, juga dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, motivasi dan seagainya.
2.    Beban Tambahan
Di samping  beban kerja yag harus dipikul oleh pekerja atau karyawan, pekerja sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kodisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena lingkungan tersebut menganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan.
3.    Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan seseorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, dan bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini desebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda. Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan atau pengalaman tetapi sampai pada batas-batas tertentu saja. Jadi, dapat diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang dipunyai oleh masing-masing.
Kapasitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: izi dan kesehatan ibu, genetik, dan lingkungan. Slanjutnya kapasitas ini mempengaruhi atau menentukan kemampuan seseorang. Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan di samping kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin, dan ukuran-ukuran tubuh. Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya) dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan yang tinggi angka absenteisme karena sakit lebih rendah. Perkerja yang keterampilannya lebih rendah akan menambah beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat keterampilan pekerja, maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus ditingkatkan, melalui program-program penelitian, kebugaran, dan promosi kesehatan.
 Dalam uraian di atas banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Akibat Kerja. Maka perlu adanya penanganan secara khusus. Makalah ini akan membahas mengenai penyakit Pneumoconiosis yang banyak terjadi pada para pekerja penambang dan ekstraksi batu-batu keras, pekerja tehnik sipil dengan batu-batu keras, penghalusan dan pemolesan batu, pabrik keramik serta pekerja – pekerja yang menggunakan pasir sebagai amplas.

Kasus Kesehatan Tenaga Kerja
Sekitar satu juta tenaga kerja di Asia meninggal dunia tiap tahunnya karena penyakit akibat kerja atau yang diderita setelah bekerja tanpa disadari. Para pekerja atau pemilik perusahaan tidak menyadari adanya penyakit akibat kerja. Hasil survei di Asia tercatat satu juta pekerja menderita berbagai penyakit akibat kerja, khususnya mereka yang bekerja di industri, pertambangan hingga garmen. Ironisnya, tenaga kerja yang menderita penyakit setelah bekerja umumnya tidak diberi kompensasi atau ganti rugi oleh perusahaan.
Sementara itu, Activist and Medical Doctor Working With Victim, dr Kong, menuturkan, salah satu contoh kasus yang dari penyakit akibat kerja atau yang diderita setelah bekerja tanpa disadari ialah kejadian yang menimpa sekitar 100 karyawan perusahaan Samsung di Korea. Sedikitnya 100 karyawan perusahaan Samsung menderita kanker karena penyakit akibat kerja.
"Awalnya pekerja Samsung yang menderita kanker di Korea diam saja, tapi akhirnya mereka melawan pemerintah Korea dan meminta ganti rugi kepada Samsung," kata dr Kong.
Contoh lain dari penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja ialah penyakit asbestosis dan Silitosis.
Sebanyak 150 delegasi dari 20 negara mengadakan, pertemuan tahunan organisasi jaringan untuk korban kesehatan dan keselamatan kerja (K3) atau The Asian Network for the Rights of Occupational Accident Victims (ANROAV) di Hotel Horizon Bandung, pada tanggal 18 hingga 20 Oktober 2010.

Pneumoconioses
Pneumoconioses adalah segolongan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu dalam paru-paru. Tergantung dari jenis debu yang ditimbun, maka nama penyakitpun berlainan. Beberapa dari pneumoconioses yang terkenal :
1.    Silicosis disebabkan oleh SiO2 bebas.
Silicosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan Pneumoconioses. Silika bebas berlainan dengan garam-garam silicat yang tidak menyebabkan silicosis.
Penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja-pekerja diperusahaan yang menghasilkan batu-batu untuk bangunan, diperusahaan granit, diperusahaan keramik, di tambang timah putih, di tambang besi, di tambang bartu bara, di perusahaan tempat menggurinda besi, di pabrik besi dan baja, dalam proses “sandblasting”, dan lain-lain.
Masa inkubasi silicosis adalah 2-4 tahun. Sebagaimana umumnya berlaku untuk penyakit-penyakit, masa inkubasi ini sangat tergantung pada banyaknya debu dan kadar silika bebas di dalam debu tersebut. Makin banyak silica bebas yang dihirup ke dalam paru-paru, makin pendek masa inkubasi penyakit silicosis.
Silicosis biasanya digolong-golongkan menurut tingkat sakit penyakit tersebut, yaitu tingkat pertama, kedua, dan ketiga, atau masing-masing disebut pula tingkatan ringan, sedang, dan berat. Tingkat pertama, atau sering disebut silicosis sederhana, ditandai dengan sesak nafas (dysponoea) ketika bekerja, mula-mula ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang tingkat sakit sedemikian, dysponea merupakan tanda terpenting. Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada fase pertama ini, tetapi biasannya kering, tidak berdahak. Keadaan umum penderita masih baik. Gejala-gejala klinis paru-paru sangat sedikit. Pengembangan paru-paru sedikit terganggu, atau tidak sama sekali. Suara dalam batas normal. Mungkin pada pekerja berusia lanjut didapati hyperresonansi, oleh karena emphysema. Pada silicosis tingkat ringan, biasanya gangguan bekerja sedikit sekali atau tidak ada. Pada silicosis sedang, sesak dan batuk menjadi sangat kentara dan tanda-tanda kelainan paru-paru pada pemeriksaan klinis juga menampak. Dada kurang berkembang, pada perkusi kepekaan tersebut hampir di seluruh bagian paru-paru, suara nafas tidak jarang brinchial, sedangkan ronchi terutama terdapat dibasis paru-paru. Pada tingkat kedua, atau sedang ini, selalu ditemui gangguan kemampuan untuk bekerja. Pada tingkat ketiga, atau silicosis berat, seseak mngakibatkan keadaan cacat total. Klinis dapat terlihat hypertrofi jantung kanan, dan kemudian tanda-tanda kegagalan jantung kanan.
Tidak ada obat khusus untuk penyakit silicosis. Pernah dicoba pengobatan-pengobatan dengan debu alumunium yang sengaja dihirup oleh sisakit, tapi ternyata pecobaan ini sia-sia, atau kurang sekali manfaatnya. Sampai saat ini belumlah jelas, bagaimana mekanisme silica bebas menimbulkan silicosis. Terdapat 4 buah teori tentang mekanisme tersebut yaitu :
a)    Teori mekanisme yang menganggap permukaan runcing debu-debu merangsang terjadinya penyakit.
b)    Teori elektromagnetis, yang menduga, bahwa gelombang-gelombang elektromagnetislah penyebab fibrosis dalam paru-paru.
c)    Teori silikat, yang menjelaskan, bahwa SiO2 bereaksi dengan air dari jaringan paru-paru, sehingga terbentuk silikat yang menyebabkan kelainan paru-paru, dan
d)    Teori immunologis yaitu tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi diparu-paru dengan anigen berasal dari debu.
Suatu survei di tambang emas Cikotok dan Cirotan menunjukkan angka sakit oleh silicosis ½% dari seluruh pekerjaan yang mengandung bahaya, angka ini sungguh rendah, tetapi sebab utamanya adalah ganti-ganti kerja sering pada prekrja-pekerja kita, sehingga tidaklah cukup waktu untuk dihinggap penyakit tersebut.
2.    Asbestosis disebabkan oleh asbes.
Asbestosis adalah salah satu jenis pneumoconiosis yang penyebabnya adalah debu asbes. Asbes adalah campuran berbagai silikat, tapi terpenting magnesium silikat. Pekerjaan-pekerjaan denga bahaya penyakit tersebut adalah pengolahan asbes, penenunan dan pemuntalan asbes, reparasi tekstil yang terbuat dari asbes untuk keperluan pembangunan.
Gejala-gejala asbetosis adalah sesak nafas, batuk dan banyak mengeluarkan riak. Tanda-tanda fisis adalah cyanosis, peleburan ujung-ujung jari, dan krepitasi halus didasar peparu pada auskultasi. Ludah mengandung badan-badan asbestosis yang baru mempunyai arti untuk diagnosa apabila terdapat kelompok-kelompok. Kelainan radiologis lambat terlihat, sedangkan gejala-gejala lebih dulu menampak. Gambaran Ro paru-paru padat tingkat sakit tersebut yang permulaan menunjukkan apa yang disebut “ground glass appearance”, atau dengan titik-titik halus dibasis paru-paru, sedangkan batas-batas jantung dan diaphragma tidak jelas.
3.    Anthracosis
Pneumoconiosis oleh karena arang batu disebut anthracosis. Pekerjaan-pekerjaan di tambang arang batu sedikit menderita silicosis, tetapi lebih banyak dihinggapi anthracosis. Masa inkubasi penyakit ini adalah 2-4 tahun.
Anthracosis mungkin terlihat tiga gambaran klinis, yaitu: antracosis murni, silicoanthracosis, dan tuberculosilicoanthracosis. Anthracosis murni biasannya lambat menjadi berat tidak begitu berbahaya, kecuali jik terjadi emphysemacosis murni lebih berbahaya dari pada silicoanthracosis, yang disebut terakhir ini jarang terjadi emphysema. Tetapi sesungguhnya di antara anthracosis murni dan anthracosilicosis hampir tak dapat dicari perbedaan. Pada tuberculosilicoanthracosis, selainnya terdapat kelainan paru-paru oleh debu mengandung silica dan arang batu, juga basil-basil tuberculosa menyerang paru-paru. Dalam hal ini gambaran klinis tidaklah begitu  berbeda dengan silicosis murni, kenyataan ini mungkin disebabkan kerjasama antara debu arang batu dan toksin bakteri secara setempat ataupun umum, sehingga gambaran klinis penyakit tidak tampak jelas, sedangkan hasil-hasil TBC jarang ditemukan dalam ludah, oleh karena oleh fibreus. Perbedaan klinis antara anthracosis dan silicosis ialah bahwa pekerja tambang arang batu dengan emphysema fokal dan anthracosilicotuberculisis adalah lebih sesak dari pasa sakitnya, sedangkan kematian terjadi seperti pada emphusema, bronchitis chronica, dan kegagalan jantung kanan. Karena itu untuk anthrocosis dipakai istilah astma pekerja tambang, sedangkan pada silicotuberculosis selain sesak juga hebat sakitnya, dari itu dipakai istilah phthisis tambang.
4.    Berryliosis disebabkan oleh Be.
Menghirup debu yang mengandung berrilium berupa logam, oksida, sulfat, clorida, dan florida, menyebabkan bronchitis dan pneumonitis. Nasoparyngitis dan tracheobronchitis ditandai gejala-gejala demam sedikit, batuk kering dan sesak banyak dahak. Nadi sangat cepat, rales terdengar di kedua paru-paru, dan kapasitas vital paru-paru sangat menurun.
Penyakit bronkitis mungkin terdapat pada pekerja-pekerja dalam perusahaan membuat alliage berrylium-tembaga, pada pembuatan tabung-tabung radio, pada pembuatan tabung-tabung fluorecent, pada penggunaannya sebagai sumber tenaga atom, dan lain-lainnya.
5.    Siderosis disebabkan oleh debu mengandung Fe2O 3.
Debu yang mengandung persenyawaan besi menyebabkan siderosis penyakit ini tidak begitu berahaya dan tidak progresif. Sidoris terdapat pada pekerja-pekerja yang menghirup debu dari pengolahan bijih besi. Biasanya pada siderosis murni tidak terjadi fibrosis atau emphysema, sehingga tidak ada pula cacat paru-paru. Namun demikian, bila juga disertai silicosis, penyakit tersebut susah dibedakan dari silicosis murni. Siderosis murni biasanya tidak merupakan predisposisi untuk TBC
6.    Stannosis disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
Pekerja-pekerja yang terlalu banyak menghirup debu timah putih menderita pneumoconiosis yang tidak begitu berbahaya, yaitu stannosis. Penyakit ini terdapat pada pekerjaan yang berhubungan dengan pengolahan bijih timah atau indestri-industri yang menggunakan timah putih.
Pada stannosis biasannya tidak terdapat fibrosa yang massif, tidak ada tanda-tanda cacat paru-paru, dan jarang terjadi komlikasi. Pada keadaan sakit tingkat permulaan, gambaran Ro paru-paru menunjukkan penambahan corakan dan pelebaran hilus. Kemudian menampak noduli di daerah antar iga ketiga, mula-mula di paru kanan, lalu di paru kiri. Lebih lanjut, penambahan corakan hilang, sedangkan noduli semakin jelas dan opak.
7.    Byssinosis disebabkan oleh debu kapas.
Byssinosis adalah penyakit tergolong kepada pneumoconiosis yang penyebabnya terutama bertalian erat dengan pekerjaan kading dan blowing, tapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya, bahkan dari permulaan proses, yaitu pembuangan biji kapas, sampai kepada proses terakhir, yaitu penenun. Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun, yaitu bagi para pekerja pada karding dan blowing. Sebab yang sesungguh-sungguhnya, mengapa debu kapas menimbulkan byssinosis belum jelas, oleh karena itu terdapat patokan-patokan sebagai berikut :
a)    Effek mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru-paru.
b)    Akibat pengaruh endotoksin bakteri-bakteri  kepada alat pernafasan.
c)    Merupakan gambaran reaksi allergi dari pekerjaan-pekerjaan kepada debu kapas.
d)    Akibat bekerjannya bahan-bahan kimia dari debu kepada paru-paru.
e)    Reaksi pychis dari para pekerja.


Faktor-Faktor Penyebab
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
1.    Golongan fisik, seperti :
a.    Suara (bising), yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.
b.    Radiasi sunar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan-kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjunctivitis photoelectrica.
c.    Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan “heat stoke”,”heat cramps” atau “hyperpyrexia”, sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan “frostbite”
d.    Tekanan yang sangat tinggi menyebabkan “caisson diease”.
e.    Penerangan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2.    Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk :
a.    Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya : silicosis, asbestosis dan lain-lain.
b.    Uap yang diantaranya menyebabkan “metal fume fever”, dermatitisgas, atau keracunan
c.    Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.
d.    Larutan, yang misalnya menyebabkan dermatitis.
e.    Awan atau Kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lain-lain yang menimbulkan keracunan.
3.    Golongan biologis, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja penyamak kulit.
4.    Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap badan kurang baik, salah satu cara melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuannya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.
5.    Golongan mental-psikososial, hal ini terlihat misalnya pada hubungan kerja yang baik, atau misalnya keadaan membosankan monotoni.

Penyebab Pneumokonioses
1.    Silicosis disebabkan oleh SiO2 bebas.
2.    Asbestosis disebabkan oleh asbes.
3.    Anthracosis disebabkan oleh arang batu.
4.    Berryliosis disebabkan oleh Be.
5.    Siderosis disebabkan oleh debu mengandung Fe2O 3.
6.    Stannosis disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
7.    Byssinosis disebabkan oleh debu kapas.

Cara Penanganan dari Segi Hukum dan Kesehatan
1.    Dari Segi Kesehatan
a.    Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1.    Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2.    Tentukan pekerjaan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pekerjaan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a.    Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
b.    Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c.    Bahan yang diproduksi
d.    Materi (bahan baku) yang digunakan
e.    Jumlah pekerjaanya
f.     Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g.    Pola waktu terjadinya gejala
h.    Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
i.      Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3.    Tentukan apakah pekerjaan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pekerjaan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.
Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pekerjaan sehingga dapat menentukan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4.    Tentukan apakah jumlah pekerjaan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pekerjaan tertentu, maka pekerjaan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5.    Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pekerjaannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pekerjaan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pekerjaan yang dialami.
6.      Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pekerjaan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7.    Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.
b.    Terapi
Seperti untuk penyakit-penyakit umum, maka terapi penyakit akibat kerja haruslah ditekankan kepada penyebab penyakit, jadi terapi kausal, dan disertai terapi siptomastis seperlunya. Terapi atas dasar pemdirian ini pada umumnya berhasil. Namun ada segi-segi lain yag perlu mendapat perhatian. Yaitu banyak penyakit jabatan yang belum ada atau tidak ada terapi kausalnya, misalnya silicosis. Atau sering pula satu-satunya pengobatan, kalau hal itu dapat dikatakan pengobatan, ialah memindahkan sipenderita keperjaan lain yang tidak mengandung bahaya untuknya. Hal terakhir ini sering dilakukan pada penderita silicosis yang sudah ada tanda-tanda emphysema. Atau jelas kegunaanya bagi pekerja-pekerja yang menderita dematosis akibat kerja di perusahaan-perusahaan kimia. Pada penyakit-penyakit yang tidak ada terapi klasualnya, serta pada penyakit-penyakit akibat kerja yang sangat mengakibatkan cacat, seperti emphysema, adalah sebaik-baiknya untuk berpendirian atau bersikap : “Harus mencegahnya”, hal yang dapat dianggap sebagai terapi klausal adalah pemberantasan faktor-faktor penyakit yang ada di dalam lingkungan atau pekerjaan itu sendiri.
2.    Dari Segi Hukum
Penyakit akibat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per-01/MEN/1981 tertanggal 4 April 1981 tentang Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, yang memuat Daftar Penyakit tersebut.
Selanjutnya, Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja menjelaskan pengertiannya, yaitu bahwa penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.
Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa  kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.


Kesimpulan
Penegakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih merupakan masalah di Indonesia. Diperlukan minat dan pengetahuan yang khusus untuk dapat menegakkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu ditingkatkan pendidikan dan pengetahuan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam aktivitas dunia industri. Relativitas kadar penting tidaknya akan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini tergantung pada seberapa besar pengaruhnya terhadap subjek dan objek itu sendiri.  K3 menjadi wacana industri abad ini setelah ditemukannya teori – teori yang representatif yang mendukung akan improvisasi dalam konteks keselamatan dan manajemen resiko yang muncul dalam kegiatan industri yang lebih luas.
Meninjau kembali literatur – literatur yang telah dikenal dan diterapkan mengenai studi kasus dalam masalah K3 dimana kesempurnaan metoda dan penerapan yang penuh komitmen dan konsistensi  penuh dari semua pihak masih banyak diharapkan. Kendala – kendala makro seperti costibility dan understanding sering kali banyak ditemui dilapangan akan tetapi tidak berarti pula bahwa program K3 tidak berjalan, ini menuntut komitmen dan kesadaran pada masing – masing pihak.
Sebagai logika dasar tentang pentingnya pemahaman K3 dapat diilustrasikan dengan Historical perspective yaitu “Apabila seorang pembangun membangun sebuah rumah untuk seseorang dan tidak membuat konstruksi dan rumah yang ia bangun runtuh akan menyebabkan rumah tersebut rusak dan meninggal pemiliknya, ternyata pembangun bisa menyebabkan kematian”. Ini artinya bahwa dalam setiap aktivitas apapun selain perencanaan teknis fisik harus diperhatikan pula aspek – aspek keamanan yang terkait langsung  maupun tidak langsung.
Walaupun hakekat  bahaya bersifat labil dan tidak bisa direncanakan akan tetapi setidaknya dengan program K3 membantu dalam menjamin peminimalisasian bahaya dan manajemen resiko. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap dinamika industri.


Saran
Agar  terhindar dari Penyakit-penyakit Akibat Kerja gunakanlah selalu Alat Perlindungan Kerja saat di tempat kerja. Dan patuhilah peraturanperaturan undang-undang keselamatan kerja yang berlaku agar terhindar dari penyakit dan kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan.
Bagi pemerintah berkewajiban untuk melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang.
Bagi para pengelola tempat kerja diwajibkan untuk, memberi tahukan kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja, menyediakan pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja, memberikan  perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan, dan mencontohkan cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
Bagi para pekerja berkewajiban untuk memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja, memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan, memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan, meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan, dan menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.


Patuhi norma-norma K3 dengan selalu memperhatikan hazard yang ada ditempat kerja agar anda terhindar dari Penyakit Akibat Kerja (  PAK  )


DAFTAR PUSTAKA

Dr.Suma’mur P.K.,M.Sc.1967.HIGENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA.Jakarta : PT Toko Gunung Mas.
Dr.Suma’mur P.K.,M.Sc.1981.KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN.Jakarta : CV Haji Masagung.
Prof.DR.Notoatmojo,Soekijo.1997.ILMU KESEHATAN MASYARAKAT.Jakarta : Rineka Cipta.
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_keselamatan_kerja/uu_keselamatan_kerja_index.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi teman-teman yang ingin berkomentar di persilahkan.
Terima kasih telah berkunjung :)