Produktivitas kerja karyawan merupakan faktor
utama bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas kerja
karyawan, antara lain: keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan
kerja. Dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta
lingkungan kerja diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan
dalam melaksanakan pekerjaannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja
terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta lingkungan kerja secara serempak
mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar.
Banyaknya kesalahan
dalam penelitian masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini sangat
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit akibat kerja yang terjadi pada para
pekerja belakangan ini. Sehingga perlu adanya analisis secara mendalam mengenai
masalah ini, agar hal-hal yang sebernarnya merugikan para pekerja dapat
dikurangi.
Penyakit
Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau man made disease.
WHO
membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
Berikut ini adalah beberapa hal yang melatar belakangi penyebab penyakit akibat kerja, yaitu :
1. Beban kerja
Setiap pekerjaan apa pun jenisnya apakah tersebut
memerlukan otot atau pemikiran, adalah merupakan beban bagi yang melakukan.
Dengan sendirinya beban itu berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Setiap orang memiliki kemampuan
yang berbeda dalam hubungannya dengan beban kerja ini. Ada orang yang lebih
cocok untuk menanggung beban fisik, tetapi orang lainakan lebih cocok melakukan
pekerjaan yang lebih banyak pada beban mental atau sosial. Namun secara umum
atau rata-rata mereka ini sebenarnya dapat memikul dalam batas tertentu. Oleh
sebab itu, penempatan seseorang pekerja atau karyawan seharusnya sesuai dengan
beban kerja optimum yang sanggup dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan
seseorang pada suatu pekerjaan, di samping didasarkan pada beban optimum, juga
dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, motivasi dan seagainya.
2. Beban Tambahan
2. Beban Tambahan
Di samping beban
kerja yag harus dipikul oleh pekerja atau karyawan, pekerja sering atau
kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kodisi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena
lingkungan tersebut menganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau
karyawan yang bersangkutan.
3. Kemampuan Kerja
3. Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda
dengan seseorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, dan
bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini desebabkan
karena kapasitas orang tersebut berbeda. Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa
dari lahir oleh seseorang yang terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat
berkembang karena pendidikan atau pengalaman tetapi sampai pada batas-batas tertentu
saja. Jadi, dapat diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang
dipunyai oleh masing-masing.
Kapasitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
izi dan kesehatan ibu, genetik, dan lingkungan. Slanjutnya kapasitas ini
mempengaruhi atau menentukan kemampuan seseorang. Kemampuan seseorang dalam
melakukan pekerjaan di samping kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan,
pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin, dan ukuran-ukuran tubuh.
Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam
melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya)
dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang
efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang
mempunyai keterampilan yang tinggi angka absenteisme karena sakit lebih rendah.
Perkerja yang keterampilannya lebih rendah akan menambah beban kerja mereka,
yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Oleh karena kebugaran,
pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat keterampilan pekerja, maka
keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus ditingkatkan, melalui
program-program penelitian, kebugaran, dan promosi kesehatan.
Kasus Kesehatan Tenaga Kerja
Sekitar satu juta tenaga kerja di Asia meninggal dunia
tiap tahunnya karena penyakit akibat kerja atau yang diderita setelah bekerja
tanpa disadari. Para pekerja atau pemilik perusahaan tidak menyadari adanya
penyakit akibat kerja. Hasil survei di Asia tercatat satu juta pekerja
menderita berbagai penyakit akibat kerja, khususnya mereka yang bekerja di
industri, pertambangan hingga garmen. Ironisnya, tenaga kerja yang menderita
penyakit setelah bekerja umumnya tidak diberi kompensasi atau ganti rugi oleh perusahaan.
Sementara itu, Activist and Medical Doctor Working
With Victim, dr Kong, menuturkan, salah satu contoh kasus yang dari penyakit
akibat kerja atau yang diderita setelah bekerja tanpa disadari ialah kejadian
yang menimpa sekitar 100 karyawan perusahaan Samsung di Korea. Sedikitnya 100
karyawan perusahaan Samsung menderita kanker karena penyakit akibat kerja.
"Awalnya pekerja Samsung yang menderita kanker di
Korea diam saja, tapi akhirnya mereka melawan pemerintah Korea dan meminta
ganti rugi kepada Samsung," kata dr Kong.
Contoh lain dari penyakit akibat kerja yang diderita
oleh tenaga kerja ialah penyakit
asbestosis dan Silitosis.
Sebanyak 150 delegasi dari 20 negara mengadakan,
pertemuan tahunan organisasi jaringan untuk korban kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) atau The Asian Network for the Rights of Occupational Accident
Victims (ANROAV) di Hotel Horizon Bandung, pada tanggal 18 hingga 20 Oktober
2010.
Pneumoconioses
Pneumoconioses adalah segolongan penyakit yang
disebabkan oleh penimbunan debu-debu dalam paru-paru. Tergantung dari jenis
debu yang ditimbun, maka nama penyakitpun berlainan. Beberapa dari
pneumoconioses yang terkenal :
1. Silicosis
disebabkan oleh SiO2 bebas.
Silicosis
adalah penyakit yang paling penting dari golongan Pneumoconioses.
Silika bebas berlainan dengan garam-garam silicat yang tidak menyebabkan
silicosis.
Penyakit ini
biasanya terdapat pada pekerja-pekerja diperusahaan yang menghasilkan batu-batu
untuk bangunan, diperusahaan granit, diperusahaan keramik, di tambang timah
putih, di tambang besi, di tambang bartu bara, di perusahaan tempat menggurinda
besi, di pabrik besi dan baja, dalam proses “sandblasting”, dan lain-lain.
Masa
inkubasi silicosis adalah 2-4 tahun. Sebagaimana umumnya berlaku untuk
penyakit-penyakit, masa inkubasi ini sangat tergantung pada banyaknya debu dan
kadar silika bebas di dalam debu tersebut. Makin banyak silica bebas yang
dihirup ke dalam paru-paru, makin pendek masa inkubasi penyakit silicosis.
Silicosis
biasanya digolong-golongkan menurut tingkat sakit penyakit tersebut, yaitu
tingkat pertama, kedua, dan ketiga, atau masing-masing disebut pula tingkatan
ringan, sedang, dan berat. Tingkat pertama, atau sering disebut silicosis
sederhana, ditandai dengan sesak nafas (dysponoea) ketika bekerja, mula-mula
ringan, kemudian bertambah berat. Sepanjang tingkat sakit sedemikian, dysponea
merupakan tanda terpenting. Batuk-batuk mungkin sudah terdapat pada fase
pertama ini, tetapi biasannya kering, tidak berdahak. Keadaan umum penderita
masih baik. Gejala-gejala klinis paru-paru sangat sedikit. Pengembangan
paru-paru sedikit terganggu, atau tidak sama sekali. Suara dalam batas normal.
Mungkin pada pekerja berusia lanjut didapati hyperresonansi, oleh karena
emphysema. Pada silicosis tingkat ringan, biasanya gangguan bekerja sedikit
sekali atau tidak ada. Pada silicosis sedang, sesak dan batuk menjadi sangat
kentara dan tanda-tanda kelainan paru-paru pada pemeriksaan klinis juga
menampak. Dada kurang berkembang, pada perkusi kepekaan tersebut hampir di
seluruh bagian paru-paru, suara nafas tidak jarang brinchial, sedangkan ronchi
terutama terdapat dibasis paru-paru. Pada tingkat kedua, atau sedang ini,
selalu ditemui gangguan kemampuan untuk bekerja. Pada tingkat ketiga, atau
silicosis berat, seseak mngakibatkan keadaan cacat total. Klinis dapat terlihat
hypertrofi jantung kanan, dan kemudian tanda-tanda kegagalan jantung kanan.
Tidak ada
obat khusus untuk penyakit silicosis. Pernah dicoba pengobatan-pengobatan
dengan debu alumunium yang sengaja dihirup oleh sisakit, tapi ternyata pecobaan
ini sia-sia, atau kurang sekali manfaatnya. Sampai saat ini belumlah jelas,
bagaimana mekanisme silica bebas menimbulkan silicosis. Terdapat 4 buah teori
tentang mekanisme tersebut yaitu :
a) Teori
mekanisme yang menganggap permukaan runcing debu-debu merangsang terjadinya
penyakit.
b) Teori
elektromagnetis, yang menduga, bahwa gelombang-gelombang elektromagnetislah
penyebab fibrosis dalam paru-paru.
c) Teori
silikat, yang menjelaskan, bahwa SiO2 bereaksi dengan air dari
jaringan paru-paru, sehingga terbentuk silikat yang menyebabkan kelainan
paru-paru, dan
d) Teori
immunologis yaitu tubuh mengadakan zat anti yang bereaksi diparu-paru dengan
anigen berasal dari debu.
Suatu survei di tambang emas Cikotok dan
Cirotan menunjukkan angka sakit oleh silicosis ½% dari seluruh pekerjaan yang
mengandung bahaya, angka ini sungguh rendah, tetapi sebab utamanya adalah
ganti-ganti kerja sering pada prekrja-pekerja kita, sehingga tidaklah cukup
waktu untuk dihinggap penyakit tersebut.
2. Asbestosis
disebabkan oleh asbes.
Asbestosis
adalah salah satu jenis pneumoconiosis yang penyebabnya adalah debu asbes.
Asbes adalah campuran berbagai silikat, tapi terpenting magnesium silikat.
Pekerjaan-pekerjaan denga bahaya penyakit tersebut adalah pengolahan asbes,
penenunan dan pemuntalan asbes, reparasi tekstil yang terbuat dari asbes untuk
keperluan pembangunan.
Gejala-gejala
asbetosis adalah sesak nafas, batuk dan banyak mengeluarkan riak. Tanda-tanda
fisis adalah cyanosis, peleburan ujung-ujung jari, dan krepitasi halus didasar
peparu pada auskultasi. Ludah mengandung badan-badan asbestosis yang baru
mempunyai arti untuk diagnosa apabila terdapat kelompok-kelompok. Kelainan
radiologis lambat terlihat, sedangkan gejala-gejala lebih dulu menampak.
Gambaran Ro paru-paru padat tingkat sakit tersebut yang permulaan menunjukkan
apa yang disebut “ground glass appearance”, atau dengan titik-titik halus
dibasis paru-paru, sedangkan batas-batas jantung dan diaphragma tidak jelas.
3. Anthracosis
Pneumoconiosis
oleh karena arang batu disebut anthracosis. Pekerjaan-pekerjaan di tambang
arang batu sedikit menderita silicosis, tetapi lebih banyak dihinggapi
anthracosis. Masa inkubasi penyakit ini adalah 2-4 tahun.
Anthracosis
mungkin terlihat tiga gambaran klinis, yaitu: antracosis murni,
silicoanthracosis, dan tuberculosilicoanthracosis. Anthracosis murni biasannya
lambat menjadi berat tidak begitu berbahaya, kecuali jik terjadi emphysemacosis
murni lebih berbahaya dari pada silicoanthracosis, yang disebut terakhir ini
jarang terjadi emphysema. Tetapi sesungguhnya di antara anthracosis murni dan
anthracosilicosis hampir tak dapat dicari perbedaan. Pada
tuberculosilicoanthracosis, selainnya terdapat kelainan paru-paru oleh debu
mengandung silica dan arang batu, juga basil-basil tuberculosa menyerang
paru-paru. Dalam hal ini gambaran klinis tidaklah begitu berbeda dengan silicosis murni, kenyataan ini
mungkin disebabkan kerjasama antara debu arang batu dan toksin bakteri secara
setempat ataupun umum, sehingga gambaran klinis penyakit tidak tampak jelas,
sedangkan hasil-hasil TBC jarang ditemukan dalam ludah, oleh karena oleh
fibreus. Perbedaan klinis antara anthracosis dan silicosis ialah bahwa pekerja
tambang arang batu dengan emphysema fokal dan anthracosilicotuberculisis adalah
lebih sesak dari pasa sakitnya, sedangkan kematian terjadi seperti pada
emphusema, bronchitis chronica, dan kegagalan jantung kanan. Karena itu untuk
anthrocosis dipakai istilah astma pekerja tambang, sedangkan pada
silicotuberculosis selain sesak juga hebat sakitnya, dari itu dipakai istilah
phthisis tambang.
4. Berryliosis
disebabkan oleh Be.
Menghirup
debu yang mengandung berrilium berupa logam, oksida, sulfat, clorida, dan
florida, menyebabkan bronchitis dan pneumonitis. Nasoparyngitis dan
tracheobronchitis ditandai gejala-gejala demam sedikit, batuk kering dan sesak
banyak dahak. Nadi sangat cepat, rales terdengar di kedua paru-paru, dan
kapasitas vital paru-paru sangat menurun.
Penyakit
bronkitis mungkin terdapat pada pekerja-pekerja dalam perusahaan membuat
alliage berrylium-tembaga, pada pembuatan tabung-tabung radio, pada pembuatan
tabung-tabung fluorecent, pada penggunaannya sebagai sumber tenaga atom, dan
lain-lainnya.
5. Siderosis
disebabkan oleh debu mengandung Fe2O 3.
Debu
yang mengandung persenyawaan besi menyebabkan siderosis penyakit ini tidak
begitu berahaya dan tidak progresif. Sidoris terdapat pada pekerja-pekerja yang
menghirup debu dari pengolahan bijih besi. Biasanya pada siderosis murni tidak
terjadi fibrosis atau emphysema, sehingga tidak ada pula cacat paru-paru. Namun
demikian, bila juga disertai silicosis, penyakit tersebut susah dibedakan dari
silicosis murni. Siderosis murni biasanya tidak merupakan predisposisi untuk TBC
6. Stannosis
disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
Pekerja-pekerja
yang terlalu banyak menghirup debu timah putih menderita pneumoconiosis yang
tidak begitu berbahaya, yaitu stannosis. Penyakit ini terdapat pada pekerjaan
yang berhubungan dengan pengolahan bijih timah atau indestri-industri yang
menggunakan timah putih.
Pada
stannosis biasannya tidak terdapat fibrosa yang massif, tidak ada tanda-tanda
cacat paru-paru, dan jarang terjadi komlikasi. Pada keadaan sakit tingkat
permulaan, gambaran Ro paru-paru menunjukkan penambahan corakan dan pelebaran
hilus. Kemudian menampak noduli di daerah antar iga ketiga, mula-mula di paru
kanan, lalu di paru kiri. Lebih lanjut, penambahan corakan hilang, sedangkan
noduli semakin jelas dan opak.
7. Byssinosis
disebabkan oleh debu kapas.
Byssinosis
adalah penyakit tergolong kepada pneumoconiosis yang penyebabnya terutama
bertalian erat dengan pekerjaan kading dan blowing, tapi terdapat pula pada
pekerjaan-pekerjaan lainnya, bahkan dari permulaan proses, yaitu pembuangan
biji kapas, sampai kepada proses terakhir, yaitu penenun. Masa inkubasi
rata-rata terpendek adalah 5 tahun, yaitu bagi para pekerja pada karding dan
blowing. Sebab yang sesungguh-sungguhnya, mengapa debu kapas menimbulkan
byssinosis belum jelas, oleh karena itu terdapat patokan-patokan sebagai
berikut :
a) Effek
mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru-paru.
b) Akibat
pengaruh endotoksin bakteri-bakteri
kepada alat pernafasan.
c) Merupakan
gambaran reaksi allergi dari pekerjaan-pekerjaan kepada debu kapas.
d) Akibat
bekerjannya bahan-bahan kimia dari debu kepada paru-paru.
e) Reaksi
pychis dari para pekerja.
Faktor-Faktor
Penyebab
Faktor
penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga
tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan
dalam 5 golongan:
1. Golongan fisik, seperti :
a. Suara
(bising), yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.
b. Radiasi
sunar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain
penyakit susunan darah dan kelainan-kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah
bisa mengakibatkan cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet
menjadi sebab conjunctivitis photoelectrica.
c. Suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan “heat stoke”,”heat cramps” atau “hyperpyrexia”,
sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan “frostbite”
d. Tekanan yang
sangat tinggi menyebabkan “caisson diease”.
e. Penerangan
lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan
atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk :
a. Debu yang
menyebabkan pneumoconioses, diantaranya : silicosis, asbestosis dan lain-lain.
b. Uap yang
diantaranya menyebabkan “metal fume fever”, dermatitisgas, atau keracunan
c. Gas,
misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.
d. Larutan,
yang misalnya menyebabkan dermatitis.
e. Awan atau
Kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lain-lain yang
menimbulkan keracunan.
3. Golongan biologis, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella
pada pekerja-pekerja penyamak kulit.
4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan kurang baik, salah satu cara melakukan pekerjaan dan
lain-lain yang kesemuannya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun
perubahan fisik tubuh pekerja.
5. Golongan mental-psikososial, hal ini terlihat misalnya pada hubungan
kerja yang baik, atau misalnya keadaan membosankan monotoni.
Penyebab
Pneumokonioses
1. Silicosis
disebabkan oleh SiO2 bebas.
2. Asbestosis
disebabkan oleh asbes.
3. Anthracosis
disebabkan oleh arang batu.
4. Berryliosis
disebabkan oleh Be.
5. Siderosis
disebabkan oleh debu mengandung Fe2O 3.
6. Stannosis
disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
7. Byssinosis
disebabkan oleh debu kapas.
Cara
Penanganan dari Segi Hukum dan Kesehatan
1. Dari Segi Kesehatan
1. Dari Segi Kesehatan
a. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu
dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman:
1. Tentukan
Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan
untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru
dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan
pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan
pekerjaan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pekerjaan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat
dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan
mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
b. Lamanya
melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang
diproduksi
d. Materi
(bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah
pekerjaanya
f. Pemakaian
alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu
terjadinya gejala
h. Informasi
mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
i.
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3. Tentukan apakah
pekerjaan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pekerjaan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika
dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal
tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja.
Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.
Perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pekerjaan sehingga
dapat menentukan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan
sebagainya).
4. Tentukan
apakah jumlah pekerjaan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pekerjaan
tertentu, maka pekerjaan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting
untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada
untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan
apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya,
yang dapat mengubah keadaan pekerjaannya, misalnya penggunaan APD, riwayat
adanya pekerjaan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien
mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita
lebih rentan/lebih sensitif terhadap pekerjaan yang dialami.
6.
Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan
penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pekerjaan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat
keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung
suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang
telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.
Suatu pekerjaan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit
telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya,
tetapi pekerjaannya mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis
Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya
berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien,
pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data
epidemiologis.
b. Terapi
Seperti untuk penyakit-penyakit umum, maka terapi penyakit akibat kerja
haruslah ditekankan kepada penyebab penyakit, jadi terapi kausal, dan disertai
terapi siptomastis seperlunya. Terapi atas dasar pemdirian ini pada umumnya
berhasil. Namun ada segi-segi lain yag perlu mendapat perhatian. Yaitu banyak
penyakit jabatan yang belum ada atau tidak ada terapi kausalnya, misalnya
silicosis. Atau sering pula satu-satunya pengobatan, kalau hal itu dapat
dikatakan pengobatan, ialah memindahkan sipenderita keperjaan lain yang tidak
mengandung bahaya untuknya. Hal terakhir ini sering dilakukan pada penderita
silicosis yang sudah ada tanda-tanda emphysema. Atau jelas kegunaanya bagi
pekerja-pekerja yang menderita dematosis akibat kerja di perusahaan-perusahaan
kimia. Pada penyakit-penyakit yang tidak ada terapi klasualnya, serta pada
penyakit-penyakit akibat kerja yang sangat mengakibatkan cacat, seperti
emphysema, adalah sebaik-baiknya untuk berpendirian atau bersikap : “Harus
mencegahnya”, hal yang dapat dianggap sebagai terapi klausal adalah
pemberantasan faktor-faktor penyakit yang ada di dalam lingkungan atau
pekerjaan itu sendiri.
2. Dari Segi Hukum
2. Dari Segi Hukum
Penyakit akibat kerja diatur dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per-01/MEN/1981 tertanggal 4 April 1981
tentang Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, yang memuat Daftar Penyakit
tersebut.
Selanjutnya, Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993
tertanggal 27 Februari 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja
menjelaskan pengertiannya, yaitu bahwa penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja
(pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang
diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan
silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras,
penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal
(bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.
Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa
mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang
RI No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya
menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar
dilalui.
Kesimpulan
Penegakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih merupakan masalah di
Indonesia. Diperlukan minat dan pengetahuan yang khusus untuk dapat menegakkan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3). Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu ditingkatkan
pendidikan dan pengetahuan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek yang
penting dalam aktivitas dunia industri. Relativitas kadar penting tidaknya akan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini tergantung pada seberapa besar
pengaruhnya terhadap subjek dan objek itu sendiri. K3 menjadi wacana
industri abad ini setelah ditemukannya teori – teori yang representatif yang
mendukung akan improvisasi dalam konteks keselamatan dan manajemen resiko yang
muncul dalam kegiatan industri yang lebih luas.
Meninjau
kembali literatur – literatur yang telah dikenal dan diterapkan mengenai studi
kasus dalam masalah K3 dimana kesempurnaan metoda dan penerapan yang penuh
komitmen dan konsistensi penuh dari semua pihak masih banyak diharapkan.
Kendala – kendala makro seperti costibility dan understanding sering kali
banyak ditemui dilapangan akan tetapi tidak berarti pula bahwa program K3 tidak
berjalan, ini menuntut komitmen dan kesadaran pada masing – masing pihak.
Sebagai logika dasar tentang pentingnya
pemahaman K3 dapat diilustrasikan dengan Historical perspective yaitu “Apabila seorang pembangun membangun
sebuah rumah untuk seseorang dan tidak membuat konstruksi dan rumah yang ia
bangun runtuh akan menyebabkan rumah tersebut rusak dan meninggal pemiliknya,
ternyata pembangun bisa menyebabkan kematian”. Ini artinya bahwa
dalam setiap aktivitas apapun selain perencanaan teknis fisik harus
diperhatikan pula aspek – aspek keamanan yang terkait langsung maupun
tidak langsung.
Walaupun
hakekat bahaya bersifat labil dan tidak bisa direncanakan akan tetapi
setidaknya dengan program K3 membantu dalam menjamin peminimalisasian bahaya
dan manajemen resiko. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap dinamika
industri.
Saran
Agar terhindar dari Penyakit-penyakit Akibat Kerja
gunakanlah selalu Alat Perlindungan Kerja saat di tempat kerja. Dan patuhilah
peraturanperaturan undang-undang keselamatan kerja yang berlaku agar terhindar
dari penyakit dan kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan.
Bagi
pemerintah berkewajiban untuk melakukan pelaksanaan umum terhadap
Undang-undang.
Bagi
para pengelola tempat kerja diwajibkan untuk, memberi tahukan kondisi-kondisi
dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja, menyediakan pengamanan
dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja, memberikan perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan, dan mencontohkan cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Bagi
para pekerja berkewajiban untuk memberikan keterangan yang benar bila diminta
oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja, memakai alat perlindungan
diri yang diwajibkan, memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan, meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua
syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan, dan menyatakan keberatan
kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggung jawabkan.
Patuhi norma-norma K3 dengan selalu memperhatikan
hazard yang ada ditempat kerja agar anda terhindar dari Penyakit Akibat Kerja
( PAK )
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.Suma’mur
P.K.,M.Sc.1967.HIGENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA.Jakarta
: PT Toko Gunung Mas.
Dr.Suma’mur
P.K.,M.Sc.1981.KESELAMATAN KERJA DAN
PENCEGAHAN KECELAKAAN.Jakarta : CV Haji Masagung.
Prof.DR.Notoatmojo,Soekijo.1997.ILMU KESEHATAN MASYARAKAT.Jakarta :
Rineka Cipta.
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_keselamatan_kerja/uu_keselamatan_kerja_index.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi teman-teman yang ingin berkomentar di persilahkan.
Terima kasih telah berkunjung :)